Suatu hari seorang teman menceritakan perasaannya melayani saat itu. Tempat dimana aku juga melayanai bersama dengannya. "Aku mulai nggak nyaman ngajar disini. Kayak aku nggak dianggap melayani disini." Dan aku sebagai seorang yang bijak, (eh... ) "Santai ajaa, kita kan melayani buat Tuhan, melayani adik-adik disini, bukan melayani mereka (teman sepelayanan kami)". Santai banget aku dengan jawabanku. Bagus sih jawabannya, bijak banget. Tapi sekarang keadaan itu berbalik sama aku.
Sekarang pelayananku mandet banget. Aku di tempat yang baru ini merasa dikucilkan. Awalnya aku ambil santai aja, toh aku masih baru, aku penghuni baru di tempat ini. Aku ikutin cara mereka melayani. Tapi udah setahun aku disini, aku ya gini aja. Masih sendiri disini. Dimana ada keramaian aku nimbrung, tapi saat aku ada keramaian udah serasa sepi. Sadarkah mereka kalu aku butuh kebersamaan dengan mereka? Sadarkah mereka ketidakhadiranku saat melayani itu karena aku tidak nyaman dengan mereka?
Aku merasakan apa yang dirasa temanku beberapa tahun yang lalu. Aku baru tahu betapa jenuhnya pelayanan ini jika kita tidak nyaman dengan suasana di dalamnya. Berulang kali aku bangkit dari kekecewaanku. Tapi saat bangkit, dan masuk ke pelayanan itu lagi, aku kecewa lagi. Aku tidak dianggap lagi. Tapi aku tidak bisa meninggalkan pelayanan ini. Tuhan begitu baik kepadaku. Bagaimana aku harus membalas kebaikanNya? Aku ingin sekali pelayanan ini merupakan salah satu caraku untuk membalasNya. Tapi bagaimana dengan kekecewaanku? Bagaimana dengan lingkungan sekitar yang tidak mendukung?
Aku merasakan apa yang dirasa temanku beberapa tahun yang lalu. Aku baru tahu betapa jenuhnya pelayanan ini jika kita tidak nyaman dengan suasana di dalamnya. Berulang kali aku bangkit dari kekecewaanku. Tapi saat bangkit, dan masuk ke pelayanan itu lagi, aku kecewa lagi. Aku tidak dianggap lagi. Tapi aku tidak bisa meninggalkan pelayanan ini. Tuhan begitu baik kepadaku. Bagaimana aku harus membalas kebaikanNya? Aku ingin sekali pelayanan ini merupakan salah satu caraku untuk membalasNya. Tapi bagaimana dengan kekecewaanku? Bagaimana dengan lingkungan sekitar yang tidak mendukung?
Saat acara liburan kakr kemarin aku merasa sangat sendiri. Sesak banget rasanya. Seandainya aku bisa nangis, aku pasti menjerit saat itu. Itulah puncak kekecewaanku pada mereka, bukan adik-adikku. Aku kecewa, aku jenuh, aku nggak mau lagi ada disana. Temanku, satu-satunya teman curhatku saat aku sedih meyakinkanku untuk tetap sabar. Apa yang aku sarankan kemarin kepada temanku, itu juga yang dikatakannya. "Melayani bukan untuk mereka, untuk Tuhan. Mereka hanya kerikil-kerikil kecil yang menghambat pelayanan kam aja." Memang bener, bener banget. Tapi sesak ini cuma aku yang tau gimana rasanya. Dan bagaimana aku akan bertahan jika aku tidak dianggap?
ttp semangat kaka..hehee
BalasHapus